Nama asli pulau Papua masih tetap misterius hingga kini dan itulah sebabnya mengapa orang asing silih berganti memberi nama.
Pada sekitar Tahun 200 M, ahli Geography bernama Ptolamy menyebutnya dengan nama “Labadios”. Maksud apa disebut demikian, belum diketahui.
Pada akhir tahun 500 M, pengarang Tiongkok bernama Ghau Yu Kua memberi nama “Tungki”.
Pada akhir tahun 600 M, Kerajaan Sriwijaya menyebut nama Papua dengan menggunakan nama “Janggi”. Nama “Tungki” dan “Janggi” telah mengundang berbagai pendapat, kemungkinan nama “Tungki” yang sudah berubah dalam sebutannya menjadi “Janggi” atau sebaliknya.
Pada akhir tahun 1300, Majapahit menggunakan dua nama, yakni “Wanin” dan “Sram”. Nama “Wanin”, tentu tidak lain dari semenanjung Onin di daerah Fak-Fak dan “Sram” ialah pulau Seram di Maluku.
Ada kemungkinan, budak yang dibawa dan dipersembahkan kepada Majapahit berasal dari Onin dan yang membawanya ke sana adalah orang Seram dari Maluku, sehingga dua nama ini disebut.
Tidore memberi nama untuk pulau ini dan penduduknya sebagai “Papa-Ua” yang sudah berubah dalam sebutan menjadi “Papua”. Nama “Papua”, aslinya “Papa-Ua”, asal dari bahasa Maluku Utara. Maksud sebenarnya bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah disini sebagai seorang bapak, itulah sebabnya pulau dan penduduknya disebut demikian.
“Papa-Ua” artinya anak piatu. Dari sekian nama yang sudah disebut, Komite Nasional Papua pada tahun 1961, memilih dan menetapkan nama “Papua” karena rakyat disini kelak disebut bangsa Papua dan tanah airnya Papua Barat (West Papua).
Alasan memilih nama “Papua”, karena sesuai dengan kenyataan bahwa penduduk pulau Papua sejak nenek moyang tidak terdapat dinasti yang memerintah atau raja disini sebagaimana yang ada dibagian bumi yang lain. Orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah.
Tidak ada yang dipertuan untuk disembah dan tidak ada yang diperbudak untuk diperhamba. Raja-raja yang tumbuh seperti jamur di Indonesia, adalah akibat pengaruh pedagang bangsa Hindu dan Arab dimasa lampau.
Inilah sebabnya maka rakyat Papua anti kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme. Nenek moyang mereka tidak pernah menyembah-nyembah kepada orang lain, baik dalam lingkungan sendiri. Mereka lahir dan tumbuh diatas tanah airnya sendiri sebagai orang merdeka.
Pada tahun 1545, Inigo Ortiz de Retes memberi nama “Nueva Guinee” dan ada pelaut lain yang memberi nama “Isla Del Oro” yang artinya “Pulau Emas”.
Nama “Nueva Guinee” kemudian di-Belanda-kan menjadi “Nieuw Guinea”. Pada tahun 1956, Belanda merubah nama “Nieuw Guinea” menjadi “Nederlands Nieuw Guinea”. Perubahan nama “Nieuw Guinea” menjadi “Nederlands Nieuw Guinea” mengandung maksud positif dan maksud negatif.
Positifnya ialah karena nama “Nieuw Guinea” sering dihubungkan dengan sejarah Hindia Belanda (Nederlands Indie) terutama pihak Indonesia sering menggunakan ini sebagai alasan menuntut Nieuw Guinea dari Belanda.
Negatifnya ialah bahwa sebelum “Nieuw Guinea” dijual, lebih dahulu dijadikan milik Belanda. Hal ini terbukti kemudian bahwa “Nederlands Nieuw Guinea” bersama “Nederlands Onderdaan” yang hidup diatasnya dijual kepada Indonesia pada 1962. Belanda merasa berhak berbuat demikian karena sejak 1956 West Papua telah dijadikan miliknya.
Apa yang dilakukan Pemerintah Belanda dimasa itu, paralel dengan tindakan Synode Gereja Hervormd Belanda sebab pada tahun 1956 itu juga, melepaskan tanggung jawabnya kepada Dewan Gereja-Gereja di Indonesia.
Pada tahun 1961, Komite Nasional Papua yang pertama menetapkan nama “Papua Barat”. Pada masa Pemerintahan Sementera PBB (UNTEA), menggunakan dua nama, “West New Guinea/West Irian”.
Pada tanggal 1 Mei 1963, Republik Indonesia menggunakan nama “Irian Barat”. Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 1 Juli 1971, Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di Markas Victoria, menggunakan nama “West Papua”.
Pada tahun 1973, Pemerintah Republik Indonesia di West Papua merubah nama “Irian Barat” menjadi “Irian Jaya”.
Pada tahun 2000 nama “Irian Jaya” kembali menjadi “Papua” hingga kini.
Nama “Irian” adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisiepo, almahrum, orang yang pertama mengumumkan nama ini pada konperensi di Malino-Ujung Pandang pada tahun 1945, antara lain berkata: “Perubahan nama “Papua” menjadi “Irian”, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: “Irian” artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108).
Nama “Irian” diciptakan oleh seorang Indonesia asal Jawa bernama Soegoro, bekas buangan Digul-Atas tetapi dibebaskan sehabis Perang Dunia kedua dan pernah menjabat Direktur Sekolah Pendidikan administrasi pemerintahan di Hollandia antara tahun 1945-1946.
Perubahan nama “Irian Barat” menjadi “Irian Jaya”, terjadi pada tahun 1973, juga mengandung arti politik. Regiem Militer Indonesia tidak menginginkan adanya pembagian Pulau Papua menjadi dua dan berambisi guna menguasai seluruhnya. Pendirian ini berdasarkan pengalaman tetang adanya dua Vietnam Selatan dan Vietnam Utara, tentang adanya dua Jerman Barat dan Jerman Timur, dan tentang adanya dua Korea Selatan dan Korea Utara. “Irian Jaya”, Irian yang dimenangkan. Jaya Victoria atau kemenangan. Jika huruf “Y” dipotong kakinya, maka akan terbaca Irian Java alias Irian Jawa.
(dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar