Powered By Blogger

Selasa, 04 Oktober 2011

Suku Dani


Suku Dani
Suku Dani adalah salah satu suku bangsa yang terdapat di Wamena, Papua, Indonesia. Membentang di antara lekukan-lekukan Pegunungan Tengah Jayawijaya. Di lembah inilah masyarakat Suku Dani hidup harmonis dan menyatu dalam pelukan pegunungan yang mengelilingnya serta alam Papua yang indah menawan.


Suku Dani sebagai suku terbesar yang mendiami lembah Baliem, selain itu ada suku Yali dan suku Kimyal, dll. Kebudayaan masyarakat suku asli dapat dikatakan sebagai budaya batu, dimana peralatan dibuat masih menggunakan batu dan sederhana sekali, misalnya kapak batu, tombak dan panah.

Sementara rumah tradisional disebut dengan honai, yang dibuat dengan atap jerami dan kayu sebagai kerangka. Salah satu yang menarik dari suku dani adalah cara mereka membuat pagar yang tertata rapi.

Honai adalah rumah khas Papua yang dihuni oleh Suku Dani. Rumah Honai terbuat dari kayu dengan atap berbentuk kerucut yang terbuat dari jerami atau ilalang.


Di daerah Wamena, Papua, ada gaya arsitektur tradisional yang begitu terkenal, yakni honai. Rumah khas masyarakat Papua itu berbentuk lingkaran, terbuat dari kayu dan beratap jerami atau ilalang.
Satu keluarga bisa memiliki beberapa honai yang berkumpul menjadi satu dan dibatasi pagar kayu di sekelilingnya.

Tiap-tiap rumah dihuni satu pria beserta para istri dan anak-anak mereka. Rumah tradisional itu memiliki pintu yang kecil serta rendah dan tidak memiliki jendela sebagai saluran ventilasi udara.
Konstruksi demikian dibuat dengan tujuan untuk menahan hawa dingin pegunungan Papua. Struktur rumah tradisional tersebut tersusun atas dua lantai.

Lantai dasar sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan mengerjakan kerajinan tangan. Karena dibangun dua lantai, tinggi rumah mencapai sekitar 2,5 meter.
Pada bagian tengah rumah disiapkan tempat membuat api unggun untuk menghangatkan diri sekaligus sebagai tempat untuk memasak.

Gaya arsitektur honai memang memiliki banyak kekhasan sebagai wujud cara arsitek terdahulu dalam memandang, memahami, dan mewujudkannya dengan mengandalkan bahan yang sederhana dan sangat natural. Eksplorasi materialnya pun dibuat sedemikian efektif dan ekonomis, tanpa mengurangi kualitas dan nilai fungsional bangunan. Jika masuk ke dalam honai ini, kegelapan diiringi rasa hangat langsung menyergap. Pasalnya, di dalam ruang tidak terdapat satu pun jendela, yang ada hanya satu pintu. Pada malam hari, penghuni rumah menggunakan kayu bakar untuk penerangan dan menghangatkan tubuh. Biasanya, sebagai alas tidur penduduk Wamena menggunakan rerumputan kering yang diganti secara berkala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar