Powered By Blogger

Sabtu, 01 Oktober 2011

Lembah Baliem


Lembah Baliem
Di tengah wilayah pegunungan tengah Propinsi Papua di Indonesia, d/h Nieuw-Guinea Belanda, terletak lembah Baliem (dahulu disebut Grote Vallei atau Lembah Jaya). Lembah Baliem terbentang dari bagian baratlaut sampai  bagian tenggara popinsi Papua dengan ketinggian kira-kira 1650 meter di atas permukaan laut. Lembah Baliem dikelilingi puncak-puncak pegunungan dengan ketinggian antara 2500 sampai 4500 meter. Lembah Baliem ditemukan tak lama sebelum pecahnya Perang Dunia ke II  dan untuk pertama kali terdeteksi dari udara oleh warga asing bukan warga Papua. Sampai saat itu Baliem dianggap sebagai daerah tidak berpenghuni.  Penghuni Lembah Baliem adalah suku Dani yang terkenal sebagai suku yang suka berperang tetapi bukan pengayau seperti suku-suku yang tinggal di sebelah timur lembah Baliem. Satu-satu kota besar di lembah adalah Wamena dengan jumlah penduduk 12000 jiwa. Wamena mengimpor sebagian besar dari barang-barang kebutuhannya dari daerah-daerah lain di Indonesia. Nama kota Wamena diambil dari nama sungai yang mengalir melalui lembah. Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di lembah adalah 100.000 jiwa sedangkan jumlah penghuni di desa-desa di pegunungan tinggi adalah 750.000 jiwa.


Lembah Baliem ditemukan secara kebetulan pada tanggal 23 Juni 1938 oleh seorang peneliti asal Amerika, Richard Archbold, saat melakukan penerbangan di atas lembah dengan pesawat terbang airnya PBY Catalina 2 bernama Guba II. Archbold , pakar ilmu hewan dan filantropis, adalah cucu industrialis minyak yang kaya raya John Dustin Archbold. Richard disekolahkan di sekolah-sekolah privat dan mengikuti kuliah di Universitas Columbia tetapi tidak pernah mengakhiri studinya. Pada tahun tiga-puluhan dia membiayai dan memimpin tiga ekspedisi ilmu hayat ke New-Guinea. Ekspedisinya yang ketiga dan yang paling ambisius dilaksanakan antara bulan April 1938 dan bulan Mai 1939 dan diarahkan  pada penelitian di sisi utara Pegunungan Nassau (kini Pegunungan Jayawijaya) di pegunungan tengah. Daerah penelusuran beliau  terbentang dari puncak gunung Wilhelmina (kini Puncak Trikora) sampai sungai Idenburg (anak sungai Memberano yang sekarang disebut Taritatu) dimana beliau melakukan penelitian terhadap vegetasi mulai dari tumbuh-tumbuhan di atas permukaanlaut sampai di daerah-daerah pada ketinggian 4000 meter. Selama perjalanannya beliau menggunakan pesawat terbang air yang dapat mendarat di atas permukaan danau dan sungai demi kelancaran penyediaan kebutuhan ekspedisi selain untuk melakukan pemotretan dari udara. Pada salah satu penerbangan pengintaian beliau melihat dari udara suatu kawasan dengan ladang-ladang pertanian dan kebun-kebun yang tersusun rapih disamping desa-desa. Setelah penemuan kawasan tersebut lembaga Museum of Natural History dari Amerika bersama dengan Archbold menyelenggarakan suatu ekspedisi ke kawasan ini yang merupakan ekspedisinya yang ke-empat. Ekspedisi ini mempunyai dua titik awal, yang satu adalah danau yang terletak berdekatan dengan sungai Hablifuri di Meervlakte yang kemudian dinamakan ‘Danau Archbold” dan kedua adalah “Danau Habbema”, yang terletak pada ketinggian 3225 meter di atas permukaan air dekat puncak Wilhelmina  sebelah barat Lembah Baliem. Untuk ekspedisi ini direkrut 73 orang Dayak dari Borneo sebagai pekerja kuli pengangkat barang.


Penduduk asli Lembah Baliem adalah suku Dani yang terkenal sebagai suku yang suka berperang. Pada waktu lembah Baliem ditemukan terlihat bangunan menara-menara tinggi dan ramping tersebar dimana-mana yang kemudian ternyata adalah pos-pos observasi untuk memperingatkan penduduk desa apabila fihak musuh (suku-suku lain) sudah mendekat. Menara-menara tersebut berangsur dibongkar setelah pemerintah Belanda memberlakukan larangan berperang (yang akhirnya tidak berefek). Suku Dani masih ada hubungan persaudaraan dengan suku-suku yang tinggal di daerah pegunungan di sebelah barat lembah yang bernama Suku Dani Bagian Barat atau Suku Lani. Adapun terdapat suku ketiga, yaitu suku Yali, yang mendiami daerah berpenghuni tipis di lereng-lereng pegunungan tinggi Jayawijaya bagian tenggara. 


Suku Dani suka sekali berdandan meskipun sedang berperang. Terdapat banyak foto-foto atau gambar-gambar anggota suku Dani berpenampilan dengan potongan-potongan kecil tulang babi dipasang ke hidungnya sebagai hiasan sambil memakai topi berhiasan buluh-buluh burung cendrawasih. Kaum lelaki suku Dani biasanya memakai koteka yang panjang dan tipis. Kaum wanita Dani mengikuti pakaian khas wanita suku Yali, yaitu rok pendek terbuat dari serabut daun dengan mengusung tas anyamannya yang disebut ‘noken’ di atas punggungnya. Walaupun baru ditemukan pada tahun 1938, suku Dani akhirya menjadi suku yang paling terkenal di Nieuw-Guinea. Karena wilayah mereka merupakan salah satu wilayah yang paling subur di Papua  suku Dani seringkali terpaksa melindungi dan mempertahankan daerahya dari serangan luar. Suku Dani sering juga bertikai dan berperang antar kelompok mereka sendiri.

Lembah Baliem adalah daerah tersubur di daerah pegunungan tinggi pulau New-Guinea bagian barat. Lembah Baliem dikelilingi puncak-puncak gunung yang tinggi diantaranya ada yang mencapai ketinggian 4500 meter. Lebih dari satu jenis ikan hidup di sungai Baliem yang mengalir melalui lembah. Luas lembah  tidak melebihi 70 x 20 kilometer. Ladang-ladang di daerah lembah sejak lama sekali digunakan untuk pertanian. Sesuai tradisi kaum lelaki menggarap atau mengolah tanah sedangkan kaum wanita menanaminya dan memungut panen. Panen pertama selalu dipersembahkan kepada nenek moyang. Melalui penelitian terbukti kegiatan pertanian telah berjalan berabad-abad lamanya. Dari penelitian di bidang kepurbakalaan yang dilakukan di bagian timur wilayah Pegunungan  terbukti  pertanian telah berlangsung di wilayah ini sejak  9000 tahun yang lalu. Diperkirakan pulau Nieuw Guinea adalah salah satu wilayah  pelopor pertanian. Hasil utama pertanian adalah ubi. Adapun hasil lain seperti ketimun, buncis, labu, gula tebu, kacang-kacangan dan taro (keladi). Pada dekade 90-an pemerintah Indonesia melakukan eksperimen menanam padi dan sayur-sayuran sekitar wilayah Wamena dalam upaya membujuk suku Dani agar menjadikan kedua produk tersebut sebagai makanan pokok utamanya. Upaya tersebut ternyata sukses karena nasi sekarang telah menggantikan ubi sebagai makanan utama sedangkan ubi menjadi makanan untuk ternak babi. Dewasa ini hanya segelintir jenis ubi saja yang masih diingat suku Dani , sedangkan nenek moyangnya sanggup mengenali lebih dari 60 jenis.

Suku Dani memelihara babi untuk dagingnya. Setelah upaya pemerintah agar suku Dani meninggalkan kebiasaan makan daging babi (karena  haram) dan menggantikannya dengan daging kambing atau domba  gagal, pemerintah berupaya untuk meningkatkan mutu daging babi dengan cara mengawin silangkan hewan babi suku Dani dengan hewan babi asal Bali (Memelihara babi diizinkan oleh agama Hindu). Oleh karena  di antara babi asal Bali ada yang membawa virus penyakit ‘encefalitis’,  hewan babi dari Dani  terinfeksi. Sebagai akibatnya banyak orang dari suku Dani meninggal habis makan daging babi yang terinfeksi. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat Dani tidak biasa memasak daging melainkan memanggangnya dengan batu-batu panas sehingga ada bagian-bagian daging yang tetap mentah karena tidak tersentuh panas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar